Index

20 April 2013

Sebongkah Tawa


Dulu...
Sebelum dulu, sebongkah tawaku adalah milik sahabat
Namun, pernah kubagi bongkahan tawa itu
Pada dia...

Dan sebongkah tawa itu pun menjadi kisah yang berbeda
Dia menjadikannya...
Sebongkah tawa karena sebuah kisah cinta
Sebongkah tawa karena pujian asmara
Sebongkah tawa karena pelukan mesra
Hingga sebongkah tawa karena tangisan kecewa
Sampai aku sempat lupa cara tertawa.

Namun, lagi dan lagi
Sahabat  bagikan bongkahan tawa mereka
Buat aku kembali tahu cara tertawa
Tertawa karena kisah konyol masa muda
Tertawa karena hanya sepotong kue yang kami bagi bersama
Tertawa karena cinta dan kasih yang tak cuma
Sekedar pujian asmara dan pelukan mesra semata

Sebongkah tawa yang ku tahu selalu ada buatku
Dari sahabatku yang selalu bermurah hati
Bagikan tawa mereka padaku
Walau mereka tahu suatu saat nanti,
Tawa itu....
Akan kembali kubagi


Malamku

malam ini,
ada sesuatu tentang  dunia yang buat ku ingin menangis
ntah itu apa, aku tak tahu pasti
tapi hal  itu terasa begitu dekat
bagai banyangan yang melekat di tanah
bagai kulit yang membalut tubuh
bagai denyut nadi yang menandai detak  jantung

malam ini,
hal itu semakin buatku ingin menagis
bahkan meraung
ntah itu karena aku kini,
lebih menikmati syair di lagu-lagu Akon, Rihanna atau Celine Dion
ketimbang
lantunan suci kata-kata cinta Tuhanku padaku
atau mungkin
karena lisanku kini lebih fasih mengucap Oh My God
ketimbang
Astaghfirullahal adzim
Atau bahkan karena
Ku tahu sebanyak apa nista itu tlah melumuriku bagai getah yang tak lekang
Hingga ku tak tahu apakah waktuku cukup

dan malam ini,
sendu sedanku semakin  menjadi
mengais waktu
dikejar masa lalu
menyesali kesia-siaanku.

17 April 2013

Cerita Dibalik Roti Chapati

Cerita ini sebenarnya hanyalah sebuah kebetulan kecil belaka. Namun mengingat motto dari salah satu saluran petualangan broadcast  "Let's get lost" membuatnya sepesial untukku, dan kuharap bacaan menjadi peneman kopi yang cukup menarik bagi yang membacanya.

Semuanya bermula dari niatku membelikan sedikit oleh-oleh untuk adik-adikku, maka pergilah aku ke salah satu pusat perbelanjaan di pulau Pinang - Malaysia. Ditemani sang gerimis aku nekat naik bus yang kuragukan pemberhentiannya. Beruntung ada dua orang bapak senegara yang bisa kujadikan pemandu dalam diam karena kebetulan kami memiliki tujuan yang sama. 

Sesampainya aku di pusat perbelajaan itu, aku pun langsung melenggang mencari beberapa bingkisan yang sudah direncanakan. Tak terasa hari sudah menjelang akhir waktu Ashar, ditambah dengan gerimis yang menjadi hujan suasana kota pun semakin kelam dalam senja. Alhasil karena diwanti-wanti oleh mamakku untuk pulang naik taksi, akupun merelakan uang yang lebih banyak untuk transportasi. Harga pasaran taksi dari pusat perbelanjaan ke tempatku menginap adalah delapan belas ringgit. Namun aku beruntung mendapatkan supir yang memberi harga lebih murah dalam beberapa kondisi.


Si supir ini sebenarnya telah menjajakan jasanya ke beberapa turis asal Indonesia lainnya. Malangnya mereka menolak karena dia memberikan syarat yang sebenarnya agak menakutkan mengingat banyaknya kriminalitas di dalam taksi. Namun entah mengapa, aku dapat langsung percaya kepadanya, mungkin juga karena dia beralasan memberikan harga murah asal aku bersedia dibawa keliling kota untuk membelikan makanan pesanan anaknya. Mendengar perkataanya didalam benakku saat itu adalah sosok ayah yang sudah cukup lama kutinggal di tanah rencong.

Maka cerita pun berlanjut dengan aku yang buta jalan kota bersedia diajak ketempat yang belum pernah kudatangi. Dalam perjalanan aku bertanya makanan apa yang dipesan anaknya, dengan senyum lebar dia menjawab roti Chapati terenak sepulau Pinang dengan kari kambing yang paling lezat disantap dikala hujan. Bahkan dia menawariku untuk ikut merasakannya. Semula aku sempat ragu, apakah makanan khas India yang satu ini halal dinikmati lidah muslim. Namun dia mengatakan bahwa penjual roti Chapati yang satu ini adalah muslim, jadi aku boleh saja jika mau mencicipinya.

Dan lidah pun bersambut selera, roti Chapati yang biasanya menjadi santapan warga India melebur dalam lidah acehku. Rasa karinya mirip dengan kari asal Aceh,kaya dengan santan kental serta mewah akan bumbu dan rempah wangi. Rotinya sendiri dengan ketebalan yang pas, mantap digigit bersama kari. Tanpa terasa terlalu tipis seperti kerupuk atau terlalu tebal seperti martabak. Rasanya menjadi semakin nikmat karena disantap setelah deg-degan takut dibuli supir taksi dan lega karena ternyata Allah memberikan aku kesempatan mengenal budaya melalui lidah, alat pengenal keaneragaman budaya kegemaranku.

Roti Chapati, Insya Allah kita akan bersua lagi, Amin!!! (^_^)
SAYOONARA !!! suwon yo !!!! ^^